Jumat, 08 November 2013


NTB Tertinggi Kasus Kekurangan Gizi di Indonesia

            Mataram (ANTARA) - Kementerian Kesehatan menilai kasus kekurangan gizi pada anak usia bawah lima tahun di Nusa Tenggara Barat merupakan yang tertinggi di Indonesia mencapai 30,5 persen.
            "Dari hasil survei Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan pada 2010, kasus kekurangan gizi di Nusa Tenggara Barat (NTB) tertinggi di Indonesia, sedangkan terendah di Provinsi Sulawesi Utara, sebesar 10,6 persen," kata Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat Dr Untung Suseno Sutarjo, M.Kes, di kawasan wisata Senggigi Lombok Barat, Rabu.
            Pada acara sosialisasi program Bidang Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 2011, dia mengatakan, kegiatan tersebut diikuti oleh seluruh pejabat hubungan masyarakat (Humas) dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dan 10 kabupaten/kota di NTB, Dinas Kesehatan Provinsi dan kabupaten/kota.
            Selain itu, katanya, pihaknya juga mengundang anggota DPRD NTB dari komisi yang membidangi masalah kesehatan, namun tidak ada satu pun yang hadir. Untung mengatakan, jika kasus kekurangan gizi pada anak bawah lima tahun (balita) tidak ditangani dengan baik, dikhawatirkan akan memperbesar angka kasus gizi buruk di NTB yang dianggap masih cukup tinggi dan berada di posisi kedua se-Indonesia setelah Provinsi Gorontalo.
            "Kekurangan gizi pada anak usia balita kemungkinan menjadi salah satu faktor, mengapa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB berada di posisi 32 dari 33 provinsi di Indonesia," ujarnya. Menurut dia, relatif tingginya angka anak balita yang mengalami kekurangan gizi disebabkan pemahaman masyarakat, terutama kaum ibu terhadap pentingnya memberikan makanan yang sehat dan bergizi.
            Pandangan kaum ibu di NTB terhadap pemberian makanan tambahan pada bayi yang masih berusia di bawah enam bulan juga menjadi faktor penyebab tingginya angka kekurangan gizi pada balita. "Pola pikir pemberian makanan tambahan pada bayi usia di bawah enam bulan itu yang harus diubah. Bayi usia di bawah enam bulan cukup diberikan air susu ibu (ASI). Kami terus berupaya mengubah pola pikir seperti itu melalui upaya penyuluhan, " ujarnya.
            Intervensi lain yang dilakukan, kata dia, adalah dengan memberikan makanan tambahan pada anak-anak usia sekolah dasar bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta lembaga swadaya masyarakat. Pemberian makanan tambahan yang sehat dan bergizi dilakukan melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Anak Sekolah dan Taburia.
                        Taburia adalah bubuk multivitamin dan multimineral untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral setiap anak balita. Taburia mengandung 12 macam vitamin dan empat macam mineral yang bermanfaat untuk menambah nafsu makan anak dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang meliputi otak, mata, tulang dan gigi.
           
            Pemerintah pusat juga mendorong agar masyarakat di NTB lebih gemar mengkonsumsi makanan lokal yang memiliki kandungan gizi cukup untuk pertumbuhan fisik dan kecerdasan otak anak. "Kami juga mendorong agar masyarakat menjadikan pangan lokal sebagai makanan tambahan bagi anak balita. Pangan lokal seperti kacang-kacangan memiliki kandungan gizi yang bagus untuk kecerdasan otak anak," ujarnya.
            Kemenkes, lanjut Untung, juga sudah menyalurkan dana bantuan sebesar Rp250 juta per tahun kepada seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Dana tersebut bisa diarahkan untuk membantu perbaikan gizi pada balita, selain untuk biaya operasional.
id.berita.yahoo.com/ntb-tertinggi-kasus-gizi-buruk-di-indonesia-091030549.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar